MARTAPURA –Menerapkan pendidikan inklusif tidak mudah. Terlalu banyak hambatan mulai lingkungan, sikap, kebijakan, praktek, dan sumberdaya. sistem layanan pendidikan inklusif sejatinya mengatur secara rinci agar difabel dapat dilayani di sekolah terdekat, terutama di kelas regular. Tanpa membedakan kelas khusus kepada kaum difabel.
Hal itu terungkap selama 2 hari sosialisasi program pendidikan inklusif yang digelar Pokja Pendidikan Inklusif Kabupaten Banjar, di Aula Dinas Pendidikan Banjar, Kamis (26/10) petang. Setelah mendapat pengetahuan itu, seluruh peserta sosialisasi menerapkan serta tidak membedakan antara murid berkebutuhan khusus dan peserta didik biasa.
“Berikan mereka suasana yang ramah, nyaman, dan menerima keanekaragaman serta menghargai perbedaan,” kata Masruri, Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan dan SDM ketika menutup secar resmi sosialisasi kedua tersebut.
Pemerintah Daerah, terangnya mengapresiasi kepada pendidikan yang memberikan pengabdian untuk meningkatkan derajat pendidikan.ia menilai, program pendidikan inklusif perlu dukungan besar dari seluruh kalangan sehingga ABK punya kesempatan sama dengan anak biasa.
Ketua Pokja Pendidikan Inklusif Banjar Abdul Gani Fauzi menerangkan, Kalsel adalah pelopor pendidikan inklusif. Sekolah regular, kata Abdul Gani Fauzi wajib menyesuaikan mulai dari cara pandang sampai sikap. Bahkan kemampuan pendidik sangat dibutuhkan bersama kurikulum, sarana prasarana, proses belajar dan sistem penilaian.”Semua beorientasi pada kebutuhan individual tanpa diskriminasi,” pungkasnya.