Batasan tentang usia ideal untuk melangsungkan pernikahan di semua daerah masih sering terjadi perbedaan antara data yang dikeluarkan oleh Departemen Agama, Badan Pusat Statistik (BPS), dan Badan Kependudukan Keluarga Berencana Daerah (BKKBD). Sehingga hal ini sering menjadi perdebatan antar penentu kebijakan, usia ideal manakah yang semestinya relevan dengan peraturan pemerintah dan kondisi masyarakat.
Hal di atas merupakan salah satu materi yang dibahas dalam kegiatan Sosialisasi Tentang Pernikahan Dini, Rabu 9 Mei 2012, di Aula BKKBD Kabupaten Banjar. Sosialisasi kali ini dihadiri langsung oleh Kepala Seksi Analisis Dampak Ekonomi Direktorat Analisis Dampak Kependudukan BKKBN Pusat, Ristya Ira Murti SE, Kasubbid Analisis Dampak Sosial Ekonomi BKKBN Pusat, Aminullah S.Sos MM, Tenaga Ahli Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), TB Adi Satria SE ME, serta Kasubbid Analisa Dampak Kependudukan BKKBD Provinsi Kalimantan Selatan, Drs Abdul Munir S.Sos MSc.
Di samping dari BKKBN Pusat dan Provinsi, sosialisasi dihadiri pula oleh perwakilan dari Kantor Departemen Agama Kabupaten Banjar, Dinas Sosial, BPS, Bagian Kesra, Bappeda Kabupaten Banjar, serta para calon pasangan mempelai.
Kalimantan Selatan, khususnya Kabupaten Banjar merupakan wilayah yang sering dapat sorotan, mengingat angka pernikahan dini yang begitu tinggi. Realita tersebut disebabkan beberapa faktor, antara lain faktor sosial budaya masyarakatnya, tingkat pendidikan, ekonomi, geografis wilayah serta faktor psykologi keluarga.
Menurut Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Kabupaten Banjar, H Muhammad, pernikahan dini bisa pula disebabkan oleh faktor masyarakat Banjar yang tergolong agamis dan mayoritas menganut mazhab Imam Syafi