SEJARAH mencatat budaya merupakan pilar pengokoh kebesaran sebuah bangsa. Hancurnya budaya bisa merontokan nilai-nilai sosial kebersamaan rakyat.
Belajar dari sejarah itulah Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Banjar bekerja keras untuk menghimpun dan menggali fakta-fakta historis kebudayaan melalui penelusuran cagar-cagar budaya di daerah sebagai wujud pelestarian aset masyarakat Banjar tempo dulu .
Dalam rangka menelusuri bukti-bukti sejarah dan meningkatkan pengetahuan para juru pelihara sebagai kelompok masyarakat yang selama ini berjasa besar terhadap pemeliharaan cagar budaya di Kabupaten Banjar, Disbudpora melakukan studi komparasi ke Jogjakarta.
Pertimbangan memilih kota pelajar sebagai objek studi pembelajaran memiliki khazanah budaya yang tinggi, termasuk cara perawatan dan pemeliharaan cagar budaya bernilai sejarah.
“Memelihara cagar budaya itu harus dengan perasaan hati. Ruh dari pelestarian budaya adalah keteguhan dalam memelihara dan merawatnya ,” ucap Joko Pramudyo, Mangku Negaran Surakarta .
Ya apa yang diutarakan Joko Pramudyo itu selaras dengan tata letak peninggalan leluhur keraton yang terlihat masih terawat rapi. Pun cara pemeliharaan dan penempatan barang-barang bersejarah. Menurutnya merawat benda cagar budaya ibarat kita merawat dan membesarkan anak sendiri. Perlu ketelitian dan perhatian khusus agar benda bersejarah tetap tidak mudah rusak termakan usia.
Satu hal penting yang perlu menjadi perhatian para juru pelihara cagar budaya baik candi, makam, masjid atau tempat bersejarah lain adalah semangat kuat untuk menjadikan profesi jupel sebagai bagian dari hidup. Ini penting tanpa prinsip tersebut kita akan seadanya merawat cagar budaya.
Abdul Hamid, Juru Pelihara Monumen Perjuangan Divisi IV ALRI Pertahanan Kalimantan, di Alam Ruh Desa Paku Alam Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar mengaku terkesan dengan prilaku khusus para juru pelihara Jogjakarta terhadap cagar budaya.
“Alhamdulillah ulun bisa berkesempatan melihat langsung bagaimana para jupel daerah lain terlebih mereka yang bertugas di daerah bernilai sejarah tinggi seperti Kota Jogjakarta. Pelajaran dari kegiatan ini adalah keteguhan mereka dalam melaksanakan tanggung jawab pekerjaan,” tandasnya.
Merangkai Silsilah Budaya Banjar
STUDI komparasi para Juru Pelihara Kabupaten Banjar ke Jogjakarta bertujuan tidak hanya sekedar meningkatkan pengetahuan dan kemahiran para juru pelihara dalam memlihara cagar budaya. Paling penting lagi adalah mereka bisa merangkai persamaan nilai-nilai budaya Banjar dengan budaya Jogja.
“Jika kita istilahkan studi merangkai silsilah budaya Banjar. Pasalnya jika kita cermati tempat-tempat cagar budaya di Jogja memiliki kedekatan kultur historis dengan budaya Banjar,” terang Drs H Fauzi Gani, MPd, Kabid Kebudayaan Disbudpora Banjar.
Dijelaskan H Fauzi, panggilan akrap pria yang juga pengamat budaya Banjar, nilai positif yang bisa diteladani para juru pelihara di Kota Jogjakarta adalah keikhlasan mereka dalam mengembang profesi sebagai juru pelihara cagar budaya. Bagi Jupel di sana (Jogjakarta, red) profesi Jupel adalah pekerjaan ibadah dan wujud penghormatan pada leluhur.
“Penghormatan dan terima kasih itu mereka wujudkan dengan memelihara tempat –tempat bersejarah dengan sepenuh hati dan pengabdian tinggi,” papar H Fauzi seraya mengucapkan terima kasih kepada pemerintah daerah yang mendukung atas kegiatan budaya ini.